𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐫𝐚𝐠𝐮 𝐥𝐚𝐩𝐨𝐫𝐤𝐚𝐧 𝐊𝐨𝐫𝐮𝐩𝐬𝐢 𝐃𝐞𝐬𝐚

 


Infokota.online Pekalongan 7/6/2023 -

Kasus tindak pidana korupsi cukup meresahkan bagi kita. Pasalnya hal tersebut jelas - jelas merugikan Negara dan Masyarakat. Jika anda menemukan kasus korupsi di lingkungan anda, maka jangan ragu untuk melaporkan ke pihak Polres setempat. 


Adapun beberapa dasar hukum yang sudah kami rangkum bisa menjadi dasar aduan untuk melaporkan kasus korupsi yang anda temukan.  Berikut sebagian dasar hukum yang cukup kuat untuk menindak para oknum Pejabat Desa ;


UNDAN G-UNDANG REPUBLIK INDONESIA  

NOMOR 6 TAHUN 2014 

TENTANG 

DESA 


Pasal 24 

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan asas: 

a. kepastian hukum; 

b. tertib penyelenggaraan pemerintahan; 

c. tertib kepentingan umum; 

d. keterbukaan; 

e. proporsionalitas; 

f. profesionalitas; 

g. akuntabilitas; 

h. efektivitas dan efisiensi;  

i. kearifan lokal;  

j. keberagaman; dan 

k. partisipatif.


 

Bagian Kedua 

Kepala Desa 

 

Pasal 26 


(4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berkewajiban: 

a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila,  melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika; 

b. meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; 

c. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa; 

d. menaati dan menegakkan peraturan perundang- undangan; 

e. melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender; 

f.  melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme; 

g. menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa; 

h. menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik; 

i.   mengelola Keuangan dan Aset Desa;  

j.   melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa; 

k. menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa; 

l.   mengembangkan perekonomian masyarakat Desa; 

m. membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa; 

n. memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa;  

o. mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup; dan 

p. memberikan informasi kepada masyarakat Desa.


Pasal 29 

Kepala Desa dilarang: 

a. merugikan kepentingan umum; 

b. membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu; 

c. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;  

d. melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu; 

e. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa; 

f. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; 

g. menjadi pengurus partai politik;  

h. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang; 

i. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan; 

j. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;  

k. melanggar sumpah/janji jabatan; dan 

l. meninggalkan tugas selama 30 (tiga puluh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.  


Pasal 38 


(3) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai berikut: 

 “Demi Allah/Tuhan, saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Kepala Desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundang- undangan dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi Desa, daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. 


PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 

NOMOR 67 TAHUN 2017   

TENTANG 

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI  

NOMOR 83 TAHUN 2015 TENTANG  

PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA 


Pasal 1


8. Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. 


Pasal 5 


(1) Kepala Desa memberhentikan perangkat Desa setelah berkonsultasi dengan camat. 

(2) Perangkat Desa berhenti karena: 

a. meninggal dunia; 

b. permintaan sendiri; dan 

c. diberhentikan. 

(3) Perangkat Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud   pada ayat (2) huruf c karena: 

a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun; 

b. dinyatakan sebagai terpidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;  

c. berhalangan tetap; 

d. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai perangkat Desa; dan 

e. melanggar larangan sebagai perangkat Desa. 

(4) Pemberhentian perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dan huruf b, ditetapkan dengan keputusan kepala Desa dan disampaikan kepada camat atau sebutan lain paling lambat 14 (empat belas) hari setelah ditetapkan. 

(5) Pemberhentian perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dikonsultasikan terlebih dahulu kepada camat atau sebutan lain. 

(6) Rekomendasi tertulis camat atau sebutan lain sebagaimana dimaksud ayat (5) didasarkan pada persyaratan pemberhentian perangkat Desa.  


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 

NOMOR 20 TAHUN 2001 

TENTANG 

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999  TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI 


Pasal 8 

      Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan  paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp  150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp  750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau  orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan  umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan  sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena  jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil  atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan  perbuatan tersebut. 


Pasal 10 

 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan  paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp  100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00  (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai  negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus  menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja: 

a. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak  dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk  meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang  dikuasai karena jabatannya; atau  

b. membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan,  atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar  tersebut; atau  

c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan,  atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar  tersebut.  


Pasal 12 

  Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana  penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)  tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta  rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah): 


e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud  menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,  atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang  memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan  potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;  

f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu  menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran  kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau  kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara  negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang  kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan  utang;  

g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu  menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau  penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya,  padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;  


Pasal 12 A 

(1) Ketentuan mengenai pidana penjara dan pidana denda sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal  10, Pasal 11 dan Pasal 12 tidak berlaku bagi tindak pidana korupsi  yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). 

(2) Bagi pelaku tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp  5.000.000,00 (lima juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam ayat  (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan  pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta  rupiah). 


Pasal 26 A 

 Alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud  dalam Pasal 188 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang  Hukum Acara Pidana, khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat  diperoleh dari : 

a. alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima,  atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa  dengan itu; dan  

b. dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat,  dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa  bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik  apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang  berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda,  angka, atau perforasi yang memiliki makna. 


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA  

NOMOR 31 TAHUN 1999  

TENTANG 

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI 


BAB II 

TINDAK PIDANA KORUPSI 

 

Pasal 2 

 

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). 


Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. 

 

Pasal 3 

 

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). 

 

Pasal 4 

 

Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3. 


(Drc)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang Tua Wali murid diusir saat wisuda SMAN 1 Wiradesa, Panitia dianggap terlalu arogan!

Kades Wuled Bantah Tuntutan Demo, Tegaskan Tak Ada Pelanggaran

Ruben Klarifikasi, Saim Pun Angkat Bicara!